BRANDA.CO.ID – Direktorat Jenderal Imigrasi perlu merumuskan berbagai strategi dan
konsep yang konkret melalui pendekatan teknologi, politik dan keamanan. Hal tersebut
disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly kala membuka Focus
Group Discussion Strategi Peningkatan Peran Intelijen Keimigrasian, Selasa
(22/08/2023).
“Perkembangan teknologi informasi memiliki dampak negatif dalam aspek kejahatan
internasional seperti human trafficking, perdagangan orang, narkotika hingga illegal
fishing. Beberapa waktu lalu saya menerima pimpinan dari Google, beliau bahkan
mengkhawatirkan artificial intelligence (AI) digunakan untuk hal negatif,” ungkap
Menkumham.
Oleh karena itu, lanjutnya, Ditjen Imigrasi berperan penting dalam mendistribusikan
informasi sebagai dasar pengambilan keputusan strategis dan taktis terkait kebijakan.
Intelijen Keimigrasian khususnya, berperan mendeteksi dan mencegah ancaman yang
berkaitan dengan kejahatan lintas negara. Penerapan regulasi dan pengembangan
sumber daya manusia, sebutnya, berperan penting dalam mencapai hal tersebut.
Mendukung pernyataan Menkumham, Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim menyatakan informasi merupakan bisnis utama dari intelijen.
“Sehingga bagaimana kita dapat mengumpulkan informasi untuk kemudian dianalisis
dan hasilnya diberikan guna kepentingan organisasi. Baik untuk operasi, antisipasi
kemungkinan yang terjadi ke depan atau hal-hal yang penting dalam perumusan serta
pelaksanaan kebijakan,” tuturnya.
Pada acara tersebut, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), A. M. Hendro
Priyono mengatakan, penggalangan penting dilakukan untuk mendapatkan informasi
dalam hal proses penyelidikan dan pengamanan.
“Fungsi intelijen tidak dapat direduksi harus terdiri dari Lidpamgal (penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan). Ditjen Imigrasi mempunyai subjek hukum orang
asing yang berada di negara Indonesia, artinya intelijen berperan sentral dalam
mencegah ancaman. Hanya melalui pengorganisasian yang baik dan menggunakan
kecerdasan teknologi kita dapat mengatasi ancaman ini,” ujarnya.
Materi focus grup discussion intelijen keimigrasian juga diisi oleh mantan Dirjen
Imigrasi, Prof. Iman Santoso, dan pakar intelijen, Yohannes Wahyu Saronto. Topik-topik
yang difokuskan pada kegiatan tersebut antara lain pentingnya melakukan peran
mitigasi komprehensif dengan memahami pola dan memetakan pergerakan target.
Border operation center, simplifikasi sistem aplikasi hingga pertimbangan menggunakan
AI pada sistem yang lebih canggih turut menjadi perhatian dalam diskusi tersebut.
Di sesi terakhir, perwakilan dari US Immigration and Customs Enforcement (ICE), Richard menyampaikan bahwa penetapan organisasi dan penentuan tim kecil perlu dilakukan dalam strategi intelijen. US ICE juga menjelaskan tentang pengimplementasian program BITMAP dalam intelijen keimigrasian.
Direktorat Intelijen Keimigrasian (Direktorat Intelkim) telah berhasil menyingkap
berbagai kasus penyelewengan oleh warga negara asing, seperti kasus penjamin fiktif,
WNA Cina pemegang paspor Meksiko palsu hingga WN Vanuatu yang menggunakan
identitas KTP WNI untuk bertanding di One Pride MMA. (Rls)