BRANDA.CO.ID – Di tahun 2025 ini Kota Sukabumi menginjakan usianya yang ke-111. Tentunya, dengan usia yang sudah mencapai abad lebih tentunya banyak perjalanan dan sejarah yang tertoreh di daerah yang memiliki julukan kota kecil seribu cinta ini.
Peringatannya HUT Kota Sukabumi ke-111 tahun ini diberi tema “Ayeuna Waktunya Kota Sukabumi Bercahaya.”
Tentunya,rangkaian kata itu bukan hanya sekedar tema semata, lebih dari itu menunjukan sebuah harapan dan ajakan untuk menjadikan kota ini bersih, cerdas, harmonis, agamis, dan berdaya.
Dalam sambutannya, H. Ayep Zaki menjelaskan bahwa sejak berdiri pada 1 April 1914, Kota Sukabumi telah melalui perjalanan panjang penuh dinamika. Setiap masa meninggalkan jejak dan pelajaran berharga.
Para pemimpin kota dari masa ke masa terus berusaha menjadikan Sukabumi sebagai kota yang “Reugreug Pageuh Répéh Rapih”. Untuk itu, diperlukan pemahaman terhadap nilai dasar dan pondasi berdirinya kota ini.
Ia menyebut bahwa awal mula Kota Sukabumi dikenal dengan istilah “Kota Praja”, yang berarti kota yang dibangun untuk memberi pelayanan dan ketenteraman bagi masyarakat. Kata “praja” sendiri merujuk pada rakyat.
Maka dari itu, pembangunan Kota Sukabumi harus selalu mengarah pada kemaslahatan rakyatnya. Wali Kota Sukabumi mengajak seluruh elemen kota untuk mewujudkan masyarakat yang kuat secara lahir dan batin.
Ketika masyarakat kokoh secara spiritual dan material, maka kedamaian bisa terwujud. Damai bukan berarti sunyi, melainkan kondisi masyarakat yang tenteram dan sejahtera.
Dengan ketenangan itulah, pembangunan kota dapat berjalan lebih baik. Di masa depan, Kota Sukabumi diharapkan bisa menjadi tempat yang bersih, terang, dan penuh harapan.
Menurut H. Ayep Zaki, membangun kota bukan hanya soal narasi besar. Ia menekankan pentingnya kerja nyata dan kolaborasi seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.
Gagasan Panca Waluya yang sering digaungkan oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, menurut H. Ayep Zaki sangat relevan untuk diterapkan di Kota Sukabumi. Lima nilai dalam Panca Waluya yaitu cageur, bageur, bener, pinter, dan singer.
Kelima nilai ini menjadi fondasi pembangunan manusia yang ideal, mencakup kesehatan, pendidikan, moral, dan ketangguhan sosial. Hal ini selaras dengan visi Kota Sukabumi.
Visi tersebut adalah mewujudkan masyarakat yang inovatif, mandiri, agamis, dan nasionalis. Menurut H. Ayep Zaki, Hari Jadi ke-111 menjadi momentum untuk merekatkan kembali semangat gotong royong dan kebersamaan.
Ia menyampaikan bahwa angka 111 bisa dimaknai sebagai simbol kekompakan, kolaborasi, dan sinergitas seluruh pihak dalam membangun kota. Sukabumi harus bersatu sebagai sebuah keluarga besar.
Kekuatan Sukabumi, lanjut Ayep, juga bersumber dari tradisi dan budaya lokal. Adat istiadat yang diwariskan para leluhur Sunda menjadi ciri khas yang memperkaya identitas kota ini.
Kini saatnya kembali menelusuri dan menghidupkan kembali nilai-nilai tradisi yang mencerminkan karakter masyarakat Sunda. Saatnya Kota Sukabumi menunjukkan sinarnya.
Ayep mengajak seluruh warga untuk membangun masyarakat yang sehat, cerdas, baik, benar, dan tangkas. Semua itu harus diwujudkan dengan sikap saling menghargai dan meneladani.
Ia mengingatkan pentingnya sikap saling asah, asih, dan asuh dalam kehidupan bermasyarakat. Keteladanan dan kasih sayang adalah kunci membentuk masyarakat beradab.
Tiga prinsip utama yang ia sampaikan yaitu kokoh, tenteram, dan sejahtera sangat erat kaitannya dengan nilai dalam Tri Tangtu di Bhuana, yang mencakup Karesian, Karamaan, dan Karatuan.
Karesian mengacu pada dunia pendidikan, Kanyamaan pada kehidupan sosial kemasyarakatan, dan Karatuan pada tata kelola pemerintahan. Ketiganya harus berjalan beriringan.***