BRANDA.CO.ID – Di tengah hiruk pikuk zaman yang terus bergerak maju, ada beberapa potong kenangan manis yang tetap melekat di benak banyak orang, terutama bagi mereka yang tumbuh besar di Jawa Barat. Salah satunya adalah es lilin, jajanan dingin menyegarkan yang sederhana namun penuh nostalgia.
Lebih dari sekadar pelepas dahaga, es lilin menyimpan jejak sejarah dan evolusi kuliner yang menarik untuk ditelusuri. Konon, jajanan ini mulai populer di era kolonial Belanda.
Pada masa itu, listrik dan teknologi pendingin modern belum merata. Masyarakat Jawa Barat yang kreatif mencari cara untuk menikmati minuman dingin di tengah iklim tropis yang hangat.
Inspirasi datang dari kebiasaan orang Belanda yang gemar menikmati es. Namun, keterbatasan bahan dan peralatan mendorong inovasi lokal.
Alih-alih menggunakan mesin pendingin canggih, masyarakat memanfaatkan bongkahan es balok yang didapatkan dari pegunungan atau dibuat secara tradisional.
Es ini kemudian diserut atau dihaluskan, lalu dicampur dengan berbagai sari buah lokal seperti kacang hijau, ketan hitam, alpukat, nanas, dan lain-lain.
Campuran manis dan segar ini kemudian dibungkus dalam plastik panjang menyerupai lilin, sehingga terciptalah nama “es lilin.” Proses pembuatannya yang masih sangat tradisional menjadikan jajanan inisebagai produk rumahan.
Ibu-ibu rumah tangga menjadi garda terdepan dalam melestarikan resep dan teknik pembuatan es ini secara turun-temurun.
Mereka menjajakan cemilan ini di sekitar rumah, sekolah, atau pasar tradisional, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa Barat.
Seiring berjalannya waktu, jajanan ini mengalami sedikit modifikasi. Variasi rasa semakin beragam, mengikuti selera dan ketersediaan bahan.
Namun, esensi kesederhanaan dan penggunaan bahan-bahan alami tetap dipertahankan. Bentuknya pun tak banyak berubah, tetap setia pada bungkus plastik panjang yang ikonik.
