BRANDA.CO.ID – Sejarah kemerdekaan Indonesia menyimpan banyak kisah menarik, salah satunya terkait dengan naskah asli Proklamasi Kemerdekaan.
Siapa sangka, teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Soekarno, sang proklamator, sempat mengalami nasib yang tak terduga, yaitu dibuang ke keranjang sampah.
Peristiwa proklamasi ini terjadi karena naskah tulisan tangan tersebut digantikan oleh salinan, yang telah diketik oleh Sayuti Melik pada dini hari tanggal 17 Agustus 1945.
Kisah ini menjadi bagian penting dari dokumentasi sejarah Republik Indonesia, yang kini menjadi cagar budaya. Bagi para pelajar dan pecinta sejarah, memahami detail di balik Proklamasi Kemerdekaan menjadi sangat penting.
Berdasarkan informasi dari laman Cagar Budaya Kemendikbud Ristek, naskah ini disusun di sebuah tempat yang penuh makna sejarah, yaitu di rumah Laksamana Tadashi Maeda.
Kediaman yang beralamat di Jalan Meiji Dori ini menjadi saksi bisu perumusan teks bersejarah tersebut. Proses perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan melibatkan tiga tokoh penting, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo.
Ketiganya bekerja sama untuk merangkai kata-kata, yang akan mengumumkan kemerdekaan bangsa Indonesia kepada dunia.
Paragraf pertama dari naskah tersebut merupakan usulan dari Ahmad Soebardjo, yang kemudian diikuti dengan paragraf kedua yang merupakan usulan dari Mohammad Hatta.
Setelah dirumuskan, naskah ini kemudian dimintakan persetujuan dari sekitar 40 orang yang hadir dalam sidang penting tersebut. Barulah setelah mendapatkan persetujuan, naskah disalin dan diketik oleh Sayuti Melik.
Namun, momen penting setelah pengetikan naskah ini justru menjadi titik awal kisah terbuangnya naskah asli tulisan tangan Soekarno. Naskah ini, yang dianggap tidak diperlukan lagi setelah selesai diketik, dibuang ke keranjang sampah.
Beruntung, ada sosok bernama Burhanuddin Mohammad Diah yang menyadari nilai historis dari dokumen tersebut. Ia mengambil dan menyimpan naskah tulisan tangan itu sebagai dokumen pribadi, setelah rapat perumusan naskah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 berakhir.
Puluhan tahun kemudian, pada tahun 1995, Burhanuddin Mohammad Diah dengan sukarela menyerahkan naskah berharga tersebut kepada Presiden Soeharto.
Pada tahun yang sama pula, naskah tulisan tangan asli ini secara resmi disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari warisan bangsa.
Kini, naskah atau teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tulisan tangan Soekarno telah ditetapkan sebagai cagar budaya.