BRANDA.CO.ID – Pada tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia berkumandang, menandai lahirnya sebuah bangsa baru. Soekarno dan Mohammad Hatta, Dwitunggal Proklamator, secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Namun, di balik momen bersejarah dan khidmat itu, terselip sebuah kisah menarik tentang perintah pertama Soekarno sebagai pucuk pimpinan negara yang baru merdeka. Bukan perintah militer atau kenegaraan yang rumit, melainkan permintaan sederhana untuk sepiring sate ayam.
Kisah ini diabadikan dalam buku “Soekarno, My Father” yang ditulis oleh Guntur Soekarnoputra, putra sulung sang proklamator. Setelah upacara proklamasi yang penuh ketegangan dan euforia, suasana di kediaman sang presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta mulai sedikit tenang.
Namun, di tengah hiruk pikuk persiapan negara baru, rasa lapar mulai melanda. Kondisi saat itu sangat jauh dari kemewahan. Tidak ada katering mewah atau hidangan istimewa yang disiapkan untuk presiden pertama Indonesia.
Sang presiden yang dikenal dekat dengan rakyatnya, ternyata memiliki selera makan yang sederhana namun khas. Mengingat situasi pasca-proklamasi yang serba terbatas, tak ada pilihan lain selain memesan makanan dari luar.
Dengan suara yang tenang, ia kemudian memberikan perintah pertamanya sebagai presiden kepada salah seorang ajudannya: “Tolong pesankan sate ayam 50 tusuk.”
Perintah ini mungkin terdengar sepele, namun menyimpan makna yang dalam. Di tengah beban berat memimpin sebuah negara yang baru lahir dengan segala tantangannya, ia memilih untuk memenuhi kebutuhan dasar yang paling manusiawi, yaitu rasa lapar.
Ini juga menunjukkan sisi kesederhanaan dan kerakyatan seorang pemimpin besar. Ia tidak meminta hidangan mewah, melainkan makanan kaki lima yang akrab di lidah rakyat jelata.
Sate ayam, makanan yang populer dan mudah ditemukan, menjadi pilihan yang tepat untuk mengatasi rasa lapar setelah hari yang panjang dan bersejarah.
Momen ini juga menunjukkan betapa gentingnya situasi saat itu. Sumber daya yang terbatas membuat pilihan makanan pun ikut terbatas. Namun, hal itu tidak mengurangi keagungan peristiwa proklamasi atau kepemimpinan Soekarno.
Justru, kisah sate ayam 50 tusuk ini menambah dimensi humanis pada sosok Soekarno, menjadikannya lebih dekat dan relevan dengan kehidupan sehari-hari rakyat yang ia pimpin.
Kisah sate ayam ini menjadi anekdot yang menarik dalam sejarah Indonesia, mengingatkan kita bahwa di balik peristiwa besar dan tokoh-tokoh heroik, ada sisi kemanusiaan yang seringkali terlupakan.
Perintah pertama Soekarno sebagai Presiden RI tidak ditulis dalam lembaran resmi negara, namun terukir sebagai pengingat akan kesederhanaan, kerakyatan, dan momen-momen kecil yang membentuk perjalanan panjang sebuah bangsa merdeka.