BRANDA.CO.ID – Kue cubit, siapa yang tak kenal jajanan mungil dengan tekstur lembut dan bagian bawah yang sedikit gosong ini? Rasanya yang manis legit dengan aroma khas, seringkali membangkitkan nostalgia masa kecil.
Namun, di balik kepopulerannya sebagai jajanan khas Jakarta yang mudah ditemukan di pinggir jalan, ternyata kue cubit memiliki sejarah panjang yang menarik.
Sebelum menjadi kue cubit yang kita kenal, cikal bakal jajanan ini dipercaya berasal dari Belanda dengan nama Poffertjes. Poffertjes adalah kue panekuk mini yang lembut, terbuat dari adonan tepung terigu, telur, susu, ragi, dan mentega.
Biasanya disajikan hangat dengan taburan gula halus dan lelehan mentega. Di Belanda, Poffertjes sering menjadi sajian istimewa di festival atau pasar malam.
Lalu, bagaimana Poffertjes bisa sampai ke Nusantara? Tentu saja, jejaknya tak lepas dari masa kolonial Belanda di Indonesia.
Para penjajah Belanda, termasuk juga biarawati-biarawati yang banyak membangun sekolah dan panti asuhan, membawa serta budaya dan resep kuliner dari tanah air mereka.
Di dapur-dapur biara atau sekolah-sekolah yang didirikan Belanda, resep Poffertjes mulai dimodifikasi dan disesuaikan dengan bahan-bahan yang tersedia di Indonesia. Proses adaptasi inilah yang kemudian melahirkan kue cubit.
Perbedaan mendasar antara kedua kue ini terletak pada cetakannya. Jika Poffertjes menggunakan cetakan khusus panekuk mini dengan cekungan dangkal, kue khas betawi ini menggunakan cetakan baja dengan cekungan yang lebih dalam.
Dari sinilah nama “cubit” itu muncul. Konon, kue ini disebut demikian karena ukurannya yang mungil, sehingga bisa diambil atau “dicubit” begitu saja dari cetakannya.