BRANDA.CO.ID – Pada Senin, 1 Juli 2024, mahasiswa se-Bandung Raya menggelar aksi demonstrasi besar-besaran bertepatan dengan Hari Bhayangkara.
Aksi ini bertujuan untuk mengkritisi kegagalan pemerintah Kota Bandung dalam menangani berbagai ketimpangan yang dinilai merugikan masyarakat.
Puluhan demonstran memenuhi jalanan kota Bandung, dengan mengajukan 12 tuntutan yang mencakup isu-isu di skala regional dan nasional.
Aksi ini dimulai pukul 14.00 WIB dengan titik kumpul di Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan berlanjut dengan orasi di dua lokasi utama, yaitu gedung DPRD Kota Bandung dan Kantor Pemerintah Kota Bandung.
Aksi ini dihiasi dengan berbagai sepanduk bertuliskan “Bandung Kusut Indonesia Semrawut, Butut
Sandi Pamungkas, Presiden Mahasiswa Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, dalam orasinya menyatakan “Ketika mahasiswa turun ke jalan, itu tanda bahwa Indonesia tidak baik- baik saja. Salah satu tamparan besar bagi pemerintah Kota Bandung adalah korupsi, yang merupakan kemunduran bagi kota ini. Tamparan lainnya adalah judi online, di mana ada indikasi bahwa pemerintah juga terlibat, sehingga membuat malu. Di sisi lain, pelayanan publik sangat buruk, banyak warga merasa terpinggirkan. Di sektor agraria, peristiwa Dago Elos masih membuat masyarakat kesulitan dan resah karena tanah mereka dirampas. Kami menuntut agar pemerintah Kota Bandung mencerminkan apa yang diharapkan oleh masyarakat.”
Sayangnya, aksi ini tidak mendapat sambutan hangat dari pihak berwenang. Mahasiswa akhirnya terpaksa mendesak masuk ke gedung Pemerintah Kota Bandung setelah tidak mendapatkan respon yang memuaskan.
Tatang Hamdani, kepala bidang kewaspadaan nasional dan penanganan konflik, akhirnya datang untuk mendengarkan aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat.
“Saya kira pola komunikasi tidak selalu harus dilakukan dengan unjuk rasa, kecuali jika ruang formal memang tertutup. Silakan teman-teman mengajukan surat resmi formal ke pemerintah kota untuk menyampaikan aspirasi tersebut, biar kami bisa merespon,” ujar Tatang Hamdani.
la juga menjelaskan bahwa seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa yang ingin mengkritisi kinerja pemerintahan, harus mengajukan surat resmi.
Menurutnya, pola komunikasi yang ideal adalah melalui jalur formal agar diskusi lebih cair dan setiap pihak bisa menyampaikan aspirasinya dengan lebih efektif.
Pukul 16.34 WIB setelah melakukan press release, aliansi mahasiswa berjalan menuju DPRD kota Bandung dan mengajukan gugatan kedua dengan menolak beberapa RUU dan kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat, termasuk RUU TNI/POLRI, UU Tapera, serta RUU Penyiaran yang dianggap mengancam kebebasan berpendapat.
Mereka juga menyerukan pencabutan izin perkebunan sawit di Papua yang dinilai merusak lingkungan serta menuntut agar Mahkamah Konstitusi menjalankan tugasnya dengan prinsip kebersihan, kejujuran, dan keadilan.
Tidak ada tanggapan dari pihak berwenang, sehingga ditempat kedua ini para demonstran melakukan press realese Kembali dan melakukan peringatan ultimatum kepada pemerintah untuk menyelesaikan segala bentuk pembiaran hitam atas catatan hitam yang tidak bersembunyi.
Diakhir dengan kalimat “Dibacakan di Kota yang lebih baik di bakar dari pada di jajah”